TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Ketua Umum Asprov PSSI DIY, Ahmad Syauqi Soeratno, pernah menjadi salah satu orang yang melakukan bidding Piala Dunia 2022 dan Piala Dunia U-20 bersama PSSI. Syauqi menceritakan bagaimana proses bidding ajang sepak bola terbesar dunia yang saat itu hampir saja menjadi milik Indonesia. Bahkan untuk Piala Dunia U-20, Syauqi mengajukan DIY sebagai salah satu venue untuk menggelar pertandingan.
Saat itu, DI Yogyakarta hampir menjadi salah satu tuan rumah perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Sayangnya detik terakhir penentuan venue, PSSI mengumumkan jika Yogyakarta ini batal memutar laga ajang empat tahunan tersebut. Alasannya, di Yogyakarta ada Gunung Merapi yang aktif dan berpotensi kapan saja meletus. Hal ini menurut PSSI dikhawatirkan menjadi salah satu ganjalan saat menggelar Piala Dunia U-20.
Tribun Jogja berkesempatan melakukan wawancara eksklusif bersama pria yang saat ini juga tengah mencalonkan diri sebagai Wakil Ketua Umum dan Exco PSSI periode 2023-2027.
Saat itu anda pernah ikut dalam bidding FIFA World Cup 2022 dan Piala Dunia U20 2021, bagaimana ceritanya?
Jadi itu 2010-2011 waktu itu FIFA membuat bidding untuk dua World Cup bersama-sama. Saat itu untuk World Cup 2018 dan 2022, dan akhirnya 2018 di Rusia dan 2022 Qatar. Nah waktu itu kita sebetulnya punya kesempatan, asumsinya tahun 2022 harusnya di Asia. Tapi proses saat itu tidak sederhana, karena saat itu kita butuh konfirmasi ke pemerintah, kan yang bid seharusnya pemerintah, bukan federasi. Karena tanda tangan kesepakatan ada di pemerintah yang akan jadi tuan rumah.
Nah menurut saya saat itu koordinasi itu kurang mulus, mungkin ada urusan politik atau segala macam. Faktanya kita jalan kok sampai beberapa bulan, dan waktu penilaian, nilai Indonesia lebih tinggi dari negara lain di Asia, bukan bicara ranking timnas di FIFA atau prestasinya. Tapi kita bicara mengenai kesiapan penyelenggaraan. Hanya saja sampai bulan tertentu, ada berkas yang yang harus dipenuhi oleh pihak penting, tidak ada tanda tangannya.
Jadi waktu 2022 lihat di Qatar itu saya sedih, saya bilang ke anak saya It should be in Indonesia. Ketika kita ditunjuk (Piala Dunia) U-20 besok ini, saya bilang lagi apa yang tidak mungkin di Indonesia, semua bisa asal kita bareng-bareng, apalagai kalau campur politik.
Jadi untuk prestasi Timnas Indonesia bukan syarat khusus ya untuk mengajukan Piala Dunia?
For sure iya, tapi waktu 2011 ke 2022 itu ada jeda 11 tahun, jadi pemain yang akan main di Piala Dunia mungkin masih di U10 atau U12, dan itu belum bisa diukur. Jadi yang diukur itu kesiapan infrastruktur, regulasi dan culture development. Ini tantangannya di situ.
Seperti Qatar waktu itu langsung mengubah kultur pembinaannya. Mereka serius, jadi ke 2022 Qatar bisa berprestasi di Kejuaraan Asia, itu jadi bagian pembinaannya. Nggak bisa diukur saat 2011 itu. Bukan itu logikanya,
Lalu apa yang menjadi nilai Indonesia di mata FIFA?
Secara komersil salah satunya, waktu Indonesia bidding, itu dunia tahu jika ada Indonesia, ada sepak bola Indonesia, ada market besar, ada eagerness yang tinggi dari orang Indonesia untuk punya timnas yang bagus. Sehingga asanya terbangun.
Beberapa tim besar ke sini, seperti MU, Chelsea, orang jadi tahu. Lewat kultur ini bagaimana caranya didorong ke pembinaan agar seperti Qatar. Tapi kadang semua diputuskan lewat public discourse, bukan knowledge atau technical aspect.
Keputusan diambil oleh pengambil keputusan publik, bukan para pengambil keputusan teknis sepak bola atau manajemen sepak bola. Jadi ya seperti itu, kemarin itu sedih sekali, harusnya kita bisa nonton Piala Dunia di GBK, Bali, Sumatera.
Wah kalau ingat itu sedih, waktu itu kita benar-benar fight.
Kalau Piala Dunia U-20 itu beda paket waktu biddingnya?
Beda, yang senior 2011. Kalau ini tahun 2019, waktu itu saya baru jadi ketua Asprov, saya ditelepon federasi diminta untuk ikut bidding. Lalu saya minta mereka ke Yogyakarta untuk diskusi, apa saja persiapannya, setiap pemerintah daerah perlu aware.
Akhirnya bersurat resmi ke gubernur, saya dampingi, kita lihat venue, ketidaksiapan mana yang perlu diperbaiki, pernah ada FIFA yang cek, kita dampingi juga. Kita cari empat yang siap dari enam yang mengusulkan. Kalau sudah World Cup tidak hanya infrastruktur teknis stadion saja, tapi suportingnya juga. Ada tidak bandara internasional, ada tidak rumah sakit internasional, berapa hotel bintang empat atau lima.
Lalu waktu itu, kenapa Yogyakarta batal jadi salah satu tuan rumah?
Nah DIY itu mirip Bali bisa untuk big event, Alhamdulillah kita bidding dengan Surabaya, Solo. Tapi suatu saat kemudian saya dikabari, kalau kita dapat.cvSaya senang sekali, tapi suatu hari kemudian ada kongres, entah bagaimana ceritanya tiba-tiba Yogyakarta dicoret, itu sedih lagi.
Dan kita tidak pernah tahu penjelasannya saat ini, jadi dulu federasi ingin dapat dukungan dari provinsi saya antar ke gubernur, PHRI dll kita duduk bikin program ini itu, terus tahu-tahu sudah dipilih kok Yogyakarta dicoret, di media bilang ada Merapi, dan meletus katanya.
Tapi waktu FIFA ketemu saya tidak nyebut itu, saya bilang kepada mereka gunung itu tidak masalah, vulkano yang kayak gini loh, tapi ya sudah ini Indonesia.
Dari sana saya ajak duduk lagi stakeholder sepak bola di sini, PHRI, rumah makan, semua, saya minta maaf. Dan tidak ada yang bilang ke gubernur untuk minta maaf karena tidak ditunjuk. Tapi ya sudahlah, yang penting Indonesia ditunjuk.
DIY itu rumah sepak bola Indonesia, substansinya harus amankan, Indonesia tuan rumah, amankan itu. Kita boleh kecewa, tapi Indonesia tidak boleh kecewa. Kalau Solo Bali, Surabaya tetap akan kita support, semua untuk Indonesia.
Saya ingat pesan putranya salah satu pendiri sepak bola Indonesia, Soeratin dan Abdul Hamid, katanya sepak bola itu lahir untuk bangsa, kalau dulu untuk eksistensi di Belanda, saat ini bicara persatuan, karakter dan prestasi di internasional, jadi DIY hadir untuk itu. Bahkan federasi kerap menunjuk DIY untuk itu, ada pelatihan untuk pelatih, wasit dan lainnya.
Artikel ini sudah tayang di jogja.tribunnews.com pada hari Rabu, 8 Februari 2023 – 12:12 WIB
Judul Artikel : Cerita Ketua Asprov PSSI DIY, Ahmad Syauqi Soeratno di Balik Bidding Indonesia untuk Piala Dunia
Link Artikel : https://jogja.tribunnews.com/2023/02/08/cerita-ketua-asprov-pssi-diy-ahmad-syauqi-soeratno-di-balik-bidding-indonesia-untuk-piala-dunia
Oleh : Penulis Taufiq Syarifudin Editor Muhammad Fatoni