TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Ketua Umum Asprov PSSI DIY, Ahmad Syauqi Soeratno pernah menjadi salah satu anggota Tim Bidding Indonesia untuk ajang Piala Dunia 2022 di tahun 2011.
Syauqi menceritakan bagaimana proses bidding berjalan hingga ajang sepak bola terbesar di dunia itu hampir saja menjadi milik Indonesia.
Bahkan untuk ajang Piala Dunia U20 tahun ini, Syauqi kembali terlibat intens melalui Asprov PSSI DIY, yang pada tahun 2019 mengajukan Yogyakarta sebagai salah satu Host City untuk menggelar pertandingan.
Saat itu DI Yogyakarta hampir menjadi salah satu tuan rumah perhelatan Piala Dunia U20 di Indonesia.
Sayangnya setelah sempat dipilih menjadi salah satu venue, seusai KLB PSSI tahun 2019, PSSI kemudian mengumumkan jika Kota Gudeg ini batal menjadi tuan rumah ajang usia muda terbesar sedunia tersebut.
Alasan yang disebutkan oleh PSSI melalui media, di DI Yogyakarta terdapat Gunung Merapi yang masih aktif dan berpotensi meletus kapan saja. Hal ini dikhawatirkan menjadi salah satu ganjalan saat menggelar Piala Dunia U20.
Tribun Jogja berkesempatan melakukan wawancara eksklusif bersama pria yang saat ini tengah mencalonkan diri sebagai Wakil Ketua Umum PSSI periode 2023-2027.
1. Saat itu anda pernah ikut dalam Tim Bidding FIFA World Cup 2022. Bagaimana ceritanya?
Jadi di tahun 2009-2010 FIFA membuat bidding untuk dua World Cup bersama-sama, yaitu untuk World Cup 2018 dan 2022.
Kita menyasar World Cup 2022, yang akhirnya oleh FIFA diputuskan diberikan kepada negara Qatar.
Nah, sebenarnya waktu itu kita punya kesempatan, karena asumsinya World Cup tahun 2022 akan diselenggarakan di Asia, setelah event-event serupa sebelumnya diselenggarakan di benua-benua lain.
Tapi saat itu prosesnya tidak sederhana. Kita butuh konfirmasi ke pemerintah, karena yang bid seharusnya pemerintah, bukan federasi.
Saat itu menurut saya koordinasi berjalan kurang mulus.
Faktanya kita bisa jalani tahapan bidding sejak Maret 2009 sampai beberapa bulan berikutnya.
Dan waktu diberikan penilaian, nilai Indonesia dari sisi kesiapan penyelenggaraan lebih tinggi dari beberapa negara lain di Asia.
Hanya saja sampai tahapan tertentu yang mensyaratkan dukungan pemerintah, ada paper yang tidak bisa dipenuhi.
Dituliskan di beberapa media saat itu, FIFA menghentikan Indonesia dari tahapan bidding karena “lack of government support”.
Jadi waktu ada World Cup 2022 di Qatar kemarin, saya melihat itu dengan sedih.
Saya bilang ke anak saya yang sangat antusias menyaksikan ajang itu, “It should be in Indonesia.”
Dan ketika kita ditunjuk menjadi Host Country untuk U20 FIFA World Cup tahun 2020 yang karena pandemi ditunda menjadi tahun 2023 ini, saya merasa berada pada track yang tepat saat itu.
Saya katakan, apa yang tidak mungkin di Indonesia. Semua bisa.
Asalkan kita dukung dan kerjakan bersama-sama.
Tidak ada kepentingan lain kecuali membawa sepakbola untuk kepentingan bangsa. Apalagi kepentingan politik.
2. Jadi prestasi Timnas Indonesia bukan syarat khusus ya untuk mengajukan Piala Dunia 2022?
For sure iya, tapi waktu 2010 ke 2022 itu ada jeda lebih dari 10 tahun.
Jadi pemain yang akan bermain di Piala Dunia 2022 mungkin saat bidding itu masih di level U10 atau U12.
Dan itu belum bisa diukur untuk prestasi 12 tahun kemudian. Jadi yang bisa diukur saat itu adalah kesiapan infrastruktur, regulasi, dukungan pemerintah dan development culture.
Tantangannya di situ.
Seperti Qatar waktu itu. Begitu ditunjuk jadi tuan rumah, langsung mengubah kultur pembinaannya.
Mereka sangat serius. Jadi di tahun-tahun menuju ke tahun 2022 Qatar telah mengukir prestasi secara bertahap. Misalnya di kejuaraan level Asia.
Itu jadi bagian pembinaannya.
3. Lalu apa yang menjadi nilai lebih Indonesia di mata FIFA?
FIFA tahu bahwa dari sekian negara Asia yang mengajukan diri, Indonesia adalah negara dengan antusiasme sepakbola yang sangat tinggi.
Selain untuk membangun harapan akan kelangsungan sepakbola dan sebaran pengaruh positifnya di kawasan ini, terbaca pula ada eagerness yang tinggi dari orang Indonesia untuk punya timnas yang bagus. Juga secara komersial ini adalah daya tarik tersendiri.
Salah satunya, waktu Indonesia bidding, dunia menjadi tahu jika ada negara Indonesia dengan antusiasme yang sangat tinggi.
Terdapat pasar sepakbola yang besar. Sehingga asanya terbangun.
Beberapa klub besar Eropa kemudian datang ke sini, karena mereka tahu ada begitu banyak fans mereka di sini.
Berbagai skema komersial mulai muncul, industri sepakbola semakin cepat bergerak.
4. Jadi keputusan dihentikannya bidding Indonesia di Piala Dunia 2022 oleh FIFA lebih disebabkan oleh faktor eksternal PSSI?
Saat itu PSSI menyadari bahwa peran pemerintah sangat sentral dalam pengajuan bidding itu.
Karena dengan berbagai cara diupayakanlah berbagai koordinasi dengan pemerintah.
Meski akhirnya tetap berakhir dengan hasil yang tidak memuaskan.
Sepertinya saat itu semua diputuskan berdasar public discourse.
Bukan football knowlegde atau technical aspect.
Jadi ya seperti itu. Kemarin itu sedih sekali. Harusnya kita bisa nonton Piala Dunia di GBK Jakarta, Bali, Sumatera. Di negeri ini. Di rumah kita sendiri. Bukan di negara lain.
5. Kalau Piala Dunia U20 itu beda paket waktu biddingnya?
Beda, bidding yang senior dilakukan tahun 2010.
Kalau yang Usia Muda ini tahun 2019. Waktu saya baru jadi Ketua Asprov, saya ditelpon Federasi/PSSI diminta untuk ikut mendukung proses bidding.
Lalu saya minta mereka ke Yogyakarta untuk diskusikan apa saja persiapannya.
Karena setiap pemerintah daerah perlu memahami detilnya. Akhirnya PSSI bersurat resmi ke Gubernur DIY.
Saya dampingi langsung ketika menghadap untuk memberi penjelasan.
Kemudian kita observe calon-calon venue, untuk melihat ketidaksiapan mana yang perlu diperbaiki.
Bahkan pernah ada utusan FIFA yang cek ke sini, kita dampingi juga.
Kita di DIY ingin bisa membantu Indonesia memenangkan bidding itu, dan masuk menjadi salah satu dari empat Host City.
Saya berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait.
Pemerintah Provinsi, Asosiasi terkait (PHRI, ASITA, GIPI dst.), Kepolisian, dan sebagainya.
Karena kalau sudah Word Cup tidak hanya infrastruktur teknis stadion saja yang harus diperhatikan.
Tapi supportingnya juga. Ada/tidak bandara internasional bandara, ada/tidak rumah sakit internasional, berapa hotel bintang empat atau lima, dan seterusnya.
6. Lalu waktu itu, kenapa Yogyakarta batal jadi salah satu kota tuan rumah Piala Dunia U20?
Nah, DIY itu mirip Bali.
Biasa ketempatan penyelenggaraan berbagai event internasional.
Kesiapannya dalam industri MICE tidak diragukan lagi.
Saat itu kita bidding bersama Bali, Surabaya, Solo dan Jakarta.
Beberapa waktu kemudian saya dikabari PSSI, kalau Indonesia memenangkan bidding. Alhamdulillah.
Saya senang sekali. Saya sampaikan kabar baik ini ke semua stakeholder di DIY.
Tapi setelah KLB PSSI 2019, entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba Yogyakarta dicoret.
Dan kita tidak pernah tahu penjelasannya hingga saat ini.
Dari pemberitaan di media, PSSI bilang adanya Gunung Merapi yang berpotensi dapat meletus sewaktu-waktu.
Tapi waktu FIFA ke sini bertemu saya, tidak ada diskusi itu. Bahkan ketika saya jelaskan kepada mereka tentang kondisi DIY, termasuk Gunung Merapi itu, mereka tidak mempersoalkan.
Tapi ya sudah, inilah sepakbola Indonesia. Dari sana kemudian saya ajak duduk lagi para stakeholder sepak bola di DIY, saya sampaikan permintaan maaf.
Saat itu saya sampaikan kemudian, yang penting Indonesia tetap ditunjuk.
Dan karena DIY itu rumah sepak bola Indonesia, maka substansinya harus diamankan. Indonesia jadi tuan rumah, amankan itu.
Kita boleh kecewa, tapi Indonesia tidak boleh kecewa.
Kalau kelak Solo, Bali, Surabaya memerlukan bantuan, tetap akan kita suppport. Semua untuk Indonesia.
Saat itu saya ingat pesan pak Dasron Hamid, mantan Ketua Pengprov PSSI DIY, putra salah satu pendiri sepak bola Indonesia, alm. Bapak Abdul Hamid yang di tahun 1930 mendirikan PSSI bersama Ir. Soeratin.
Kata beliau, sepak bola itu lahir untuk bangsa.
Kalau dulu untuk eksistensi Indonesia di mata pemerintah Hindia Belanda, saat ini kita bicara persatuan bangsa, pembentukan karakter anak bangsa dan kebanggan bangsa di dunia nternasional. Jadi DIY hadir untuk itu.
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Cerita Ketua Asprov PSSI DIY, Ahmad Syauqi Soeratno Bidding Indonesia Untuk Piala Dunia, https://jogja.tribunnews.com/2023/02/07/cerita-ketua-asprov-pssi-diy-ahmad-syauqi-soeratno-bidding-indonesia-untuk-piala-dunia?page=all.
Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah